Friday, 31 March 2017

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Laporan 

Pendahuluan

Gawat Darurat

Nama Mahasiswa

Hudromi Hidayat

Kasus/Diagnosa Medis: Trauma Abdomen

Jenis Kasus : Trauma / Non Trauma
Ruangan : IGD



































LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STIKes FALETEHAN


1.       Definisi Penyakit
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).

Tauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

2.       Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a.       Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b.       Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

3.       Manifestasi Klinis
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a.       Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
b.       Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
c.       cairan atau udara dibawah diafragma
d.   Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
e.       Mual dan muntah
f.        Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

g.       Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

4.       Deskripsi patofisiologi ( Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan )
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

5.       Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b.       Penurunan hematokrit/hemoglobin
c.       Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
d.       Koagulasi : PT,PTT
e.       MRI
f.        Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
g.       CT Scan
h.    Radiograf dada  mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur  tulang rusuk VIII-X.
i.         Scan limfa
j.         Ultrasonogram
k.       Peningkatan serum atau amylase urine
l.         Peningkatan glucose serum
m.    Peningkatan lipase serum
n.       DPL (+) untuk amylase
o.       Penigkatan WBC
p.       Peningkatan amylase serum
q.       Elektrolit serum
r.        AGD

(ENA,2000:49-55)

6.       Pemeriksaan Penunjang
a.       Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b.       Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
c.        VP (Intravenous Pyelogram.
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
d.       Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
e.       Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

7.       Penatalaksanaan Medis/Operatif dan Terapi farmakologi
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
a.       Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
b.       Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
c.       Pemberian O2 sesuai indikasi
d.       Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e.       Trauma penetrasi : Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan.
(Catherino, 2003 : 251)

8.       Pemeriksaan fisik ( Berdasarkan ABCD / Kasus Kegwatdaruratan)
a.       Primary Survei
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

1)        Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan  bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.


                  2)       Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

3)        Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

                  4)       Disability
Kaji ulang tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS dan cek pupil.

                    5)            Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah  mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan  telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). 

                    6)            Foley kateter
Pasang kateter untuk mengetahui urin output serta mengecek ada atau tidaknya trauma pada saluran kemih.

b.       Secondary Survei
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).

Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita.

c.       Pengkajian Fisik Head To Toe
a.       Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,  laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan,  nyeri tekan serta adanya  sakit kepala (Delp & Manning. 2004).

b.       Wajah
1)    Mata :
periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana  reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2)   Hidung :
periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3)   Telinga :
periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4)   Mulut  dan faring     :
inspeksi pada bagian  mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi   amati  adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri 

c.       Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya  deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal.  Jaga airway, 
pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.

d.       Toraks
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi  dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005).

Palpasi, seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi, untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan

Auskultasi, suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).

e.        Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen,  asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.  Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).

f.       Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).

Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya  luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan  yang ada  adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang,  Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

d.       Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi,  gerakan, dan sensasi harus diperhatikan,  paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan  pada jari-jari periksa adanya clubbing finger  serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

e.       Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).  Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula  pada kolumna vertebra  periksa adanya  deformitas.

9.       Patoflow
Trauma
(kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
                           Kekurangan volume cairan ← Abdomen → Nyeri akut

(Sumber : Mansjoer,2001)



10.       Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
Ds:
·         Klien mengatakan lemas
Do:
  • Perubahan status mental
  • Penurunan turgor kulit dan lidah
  • Penurunan  haluaran urin
  • Jejas pada trauma tumpul/ perdarahan terbuka pada trauma tajam
  • Penurunan pengisian vena
  • Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume dan tekanan nadi
  • Konsentrasi urin meningkat
  • Kelemahan
Trauma
(kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga
Abdomen
Kekurangan volume cairan
Ds:
  • Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
Do:
  • Posisi untuk mengindari nyeri
  • Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
  • Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
  • Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas lain, aktivitas berulang
  • Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
  • Perilaku menjaga atau sikap melindungi
  • Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses piker, interaksi menurun.
  • Bukti nyeri yang dapat diamati
  • Berfokus pada diri sendiri
Trauma
(kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga
Abdomen
Nyeri akut

11.       Diagnosa Keperawatan yang  mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa
a.       Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b.    Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.


RENCANA  ASUHAN  KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Aktivitas
1.       






Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
  
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam diharapkan keseimbangan cairan klien terpenuhi dengan kriteria hasil :  
      ·         TTV normal
      ·         CRT normal
      ·         Status hidrasi normal
 .    
                    
      1.       Kaji TTV 
      2.       Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
      3.       Berikan rehidrasi cairan isotonik sesuai klasifikasi perdarahan/kebutuhan cairan 20/kg/bb
      4.       Kaji status hidrasi (kelembaban kulit dan mukosa)
    1.     mengidentifikasi defisit volume cairan
    2.  Identifikasi keadaan perdarahan
    3.    Untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
    4.    Untuk mengetahui efektifitas penggantian cairan
     
2.       
Nyeri akut berhubungan dengan penetrasi 
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil :
     ·         Melaporkan bahwa nyeri berkurang   
      ·         TTV dalam batas normal
      ·         Klien tampak tenang
      ·         Skala nyeri berkurang
      1.       Kaji karakteristik nyer
      2.       Beri posisi semi fowler.
      3.       Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
      4.       Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
       5.       Evaluasi skala nyeri
   
      1.       mengetahui tingkat nyeri klien
      2.       Mengurangi kontraksi abdomen
      3.       membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
      4.       analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
      5.       Untuk mengetahui efektifitas tindakan keperawatan

Referensi :
Catherino ,Jeffrey M.2003.Emergency Medicine Handbook.USA: Lipipincott Williams
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby. 

(ENA (Emergency Nurse Association )2000.Emergency Nursing Core Curiculum ,5th,USA:W.B.Saunders Company
Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.

Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.

Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth   Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition. Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.